Senin, 16 November 2015

Presiden Bisa Saja Berikan Abolisi Kepada Terdakwa BG


Rabu, 11 Februari 2015 | 11:18
Budi Gunawan. [Google] Budi Gunawan. [Google]


[JAKARTA] Banyak pihak meminta Komjen Pol Budi Gunawan legowo mengundurkan diri, mengingat proses penyelidikan dan penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan berhenti.
Tetapi jika Presiden Joko Widodo tetap ngotot melantik Komjen Pol Budi Gunawan (BG), dengan konsekuensi mengabaikan aspirasi sebagian besar rakyat Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada dua langkah yang bisa ditempuh.
Pertama, Presiden Jokowi meminta Jaksa Agung mengeluarkan hak deponering untuk kasus BG.

Kedua, Presiden mengeluarkan hak abolisi yang dimilikinya. Tetapi kedua "senjata" ini tidak serta-merta membuat status BG bebas murni, karena ada banyak konsekuensi yang didapat.
Pakar Hukum dari Universitas Hasanuddin Makassar, Laode M Syarif mengatakan, penghentian penyidikan bagi BG hanya dapat dilakukan bila ada intervensi Presiden dengan memerintahkan Jaksa Agung mengeluarkan hak deponering atau mengenyampingkan perkara untuk kepentingan umum.
Namun, bila Presiden mengeluarkan kebijakan deponering akan memberikan contoh yang tidak baik bagi pejabat negara yang melakukan korupsi.
Laode menyatakan, pengadilan merupakan tempat pencarian keadilan yang paling tepat bagi BG. Di pengadilan nanti BG dapat melakukan pembelaan dan membuktikan bahwa dia tidak bersalah.
"Saya kira hakim juga tidak mau menghukum orang yang tidak bersalah. Rekening BG nanti diuji di hadapan pengadilan. Kalau bersih dari kasus, kita menghormati. Harus dilepaskan dari dakwaan hukum," katanya.



Abolisi
Presiden bisa mengeluarkan abolisi dalam kasus BG. Artinya, setelah ada pengadilan Tipikor, abolisi bisa dikeluarkan.
Ini adalah kewenangan Presiden yang diatur konstitusi. Artinya, abolisi tidak melanggar UU atau aturan.
Terkait hal itu, Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, abolisi itu dengan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum. Namun, abolisi itu sulit diberikan karena kasus BG merupakan kasus kriminal murni.
"Kalau presiden mau menggunakan haknya, ya deponering (ditutup). Sejauh yang saya tahu hak obolisi itu enggak pernah dipakai Presiden," katanya.
Dijelaskan, hak Presiden memberikan grasi, amesti dan abolisi dan dijamin UUD 1945. Namun, kata Fickar, hak itu bisa digunakan Presiden untuk hal-hal yang istimewa, seperti kalau tidak diberikan akan menganggu stabilitas nasional.
"Abolisi itu misalnya hanya diberikan kepada terdakwa yang jasa-jasanya sangat besar bagi bangsa. Padahal kasus BG kan hanya kriminal murni, sehingga aneh kalau presiden memberikan abolisi," katanya.
Menurut Fickar tidak ada alasan bagi Presiden untuk mengeluarkan abolisi, karena BG merupakan aparat hukum biasa yang bisa terjerat hukum bila bersalah. Proses hukum yang baik di pengadilan akan menyelamatkan institusi Polri.
"Kalau sampai diberikan, ini preseden buruk bagi penegakan hukum di negeri ini. Nanti setiap pejabat yang terjerat kasus korupsi akan meminta abolisi kepada Presiden," katanya.[H-14/L-8]